Jumat, 23 Desember 2016

zakat

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga,zakat merupakan suatu ibadah yang paling penting kerap kali dalam Al-Qur’an, Allah menerangkan zakat beriringan dengan menerangkan sembahyang. Pada delapan puluh dua tempat Allah menyebut zakat beriringan dengan urusan shalat ini menunjukan bahwa zakat dan shalat mempunyai hubungan yang rapat sekali dalam hal keutamaannya shalat dipandang seutama-utama ibadah badaniyah zakat dipandang seutama-utama ibadah maliyah.
Mengeluarkan zakat hukumnya wajib bagi tiap- tiap muslim yang mempunyai harta benda menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh hukum Islam.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia.
Seluruh ulama Salaf dan Khalaf menetapkan bahwa mengingkari hukum zakat yakni mengingkari wajibnya menyebabkan di hukum kufur. Karena itu kita harus mengetahui definisi dari zakat, harta-harta yang harus dizakatkan, nishab- nishab zakat, tata cara pelaksanan zakat dan berbagai macam zakat.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dan dasar hukum zakat?
2.      Ada berapa macam zakat?
3.      Harta benda apa saja yang wajib dikeluarkan zakatnya?
4.      Siapa saja yang berhak menerima dan mengeluarkan zakat?
5.      Bagaimana tata cara serah terima zakat?
6.      Apa hikmah dari zakat?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui pengertian dan dasar hukum zakat.
2.      Mengetahui macam-macam zakat.
3.      Mengetahui harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya.
4.      Mengetahui siapa saja yang berhak menerima zakat.
5.      Mengetahui tata cara serah terima zakat.
6.      Mengetahui hikmah zakat.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Zakat dan Dasar Hukumnya
Dilihat dari segi bahasa, kata zakat berasal dari kata zaka (bentuk mashdar), yang mempunyai arti: berkah,tumbuh,bersih,suci dan baik.
Zakat menurut istilah (syara’) artinya sesuatu yang hukumnya wajib diberikan dari sekumpulan harta benda tertentu, menurut sifat dan ukuran tertentu kepada golongan tertentu yang berhak menerimanya dengan syarat tertentu pula. 
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَنفِقُوا۟ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا۟ ٱلْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِـَٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغْمِضُوا۟ فِيهِ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya  melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.(Q.S. Al-Baqarah:267)
Pengertian zakat, baik dari segi bahasa maupun istilah tampak berkaitan sangat erat, yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih ,baik, berkah, tumbuh, dan berkembang, sebagaimana dipaparkan dalam Q.S. At-Taubah[9] ayat 103:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka,dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
Hukum mengeluarkan zakat adalah fardlu ‘ain.
Adapun mengenai dasar hukum, banyak termaktub didalam Al-Qur’an dan hadist Nabi, salah satunya adalah yang dibawah ini:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
 “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat,dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat”.(An-Nur:56)

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (Q.S.Al-Baqarah : 110)
Ayat-ayat yang dikutip di atas hanya sebagian dari firman Allah yang mewajibkan zakat kepada setiap muslim. Banyak lagi ayat-ayat yang menjelaskan tentang kewajiban melaksanakan zakat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Zakat harta mulai difardlukan pada tahun kedua Hijrah, saat Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, turunlah ayat-ayat zakat dengan menggunakan redaksi yang berbentuk ‘amr (perintah). Pada periode ini pula Rasulullah segera memberikan penjelasan tentang jenis-jenis harta yang wajib dizakatkan, kadar dan nisab serta haul zakat. Semula zakat yang diturunkan di Makkah hanya memerintahkan untuk “memberikan hak” kepada kerabat yang terdekat, fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Begitu pula ayat-ayat zakat yang lainnya, masih memakai bentuk “khabariyah”(berita), menilai bahwa penunaian zakat merupakan sikap dasar bagi orang-orang mu’min, dan menegaskan bahwa yang tidak menunaikan zakat adalah cirri-ciri orang musyrik dan kufur terhadap hari akhir. Oleh karena itu pada praktiknya, para sahabat merasa terpanggil untuk menunaikan semacam kewajiban zakat. Meski ayat-ayat zakat yang turun di Makkah tidak menggunakan bentuk ‘amr (perintah).
Di samping landasan yang sharih dan qath’I dari Al-Qur’an dan Hadits, kewajiban membayar zakat diperkuat pula dengan dalil ijma’ para sahabat. Khalifah Abu Bakar, pada awal pemerintahannya dihadapkan dengan satu masalah besar yaitu munculnya golongan yang enggan membayar zakat, sedang mereka mengaku Islam. Berdasarkan ijtihadnya yang didukung sahabat-sahabat lain, maka tanpa ragu beliau mengambil tindakan tegas yaitu memerangi golongan pembangkang tersebut. Dan kewajiban ini terus berlangsung sampai kepada khalifah-khalifah berikutnya.
Orang yang menentang kewajiban zakat dihukumi kafir; yang enggan menunaikannya  diperangi dan dipungut zakat daripadanya secara paksa, sekalipun ia tidak memerangi. Wajib zakat atas setiap muslim, sekalipun tidak Mukallaf; maka bagi sang wali wajib mengeluarkan zakat untuk orang yang di walii dari hartanya sendiri. Orang kafir asli tidak berkewajiban menunaikan zakat, sekalipun pernah masuk Islam.
Ada beberapa ayat dalam al-Quran yang menjadi dasar kewajiban untuk menunaikan zakat, diantaranya:
a.       QS. al-Taubah ayat 103
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيم
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
b.   QS.al-Baqarah ayat 43
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.”
b.      QS. al-Hajj ayat 78
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ
Artinya: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong”.
c.       QS. Ali 'Imran ayat 180
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا ءَاتَاهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Zakat terbagi menjadi dua macam, yaitu zakat fitrah dan zakat mal.

A.1      Zakat Fitrah
            Menurut bahasa, zakat fitrah artinya zakat yang dikeluarkan pada hari raya Idul fithri, sedangkan pengertian menurut syari'at Islam adalah zakat yang diwajibkan bagi setiap muslim, laki-laki maupun perempuan, besar maupun kecil, yang memiliki kelebihan bagi keperluan dirinya dan keluarganya di hari raya Idul Fithri.
            Dalam sebuah hadits dinyatakan sebagai berikut:
"Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan diri orang-orang yang berpuasa dari perbuatan yang tidak berguna dan pada perkataan yang kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin." (HR. Abu Dawud).

A.1.1      Syarat Wajib Zakat Fitrah
            Zakat fitrah wajib dilaksanakan bagi orang-orang yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
  • Islam.
  • Orang tersebut ada (hidup) pada waktu terbenam matahari pada malam Idul Fithri. Dengan demikian orang yang meninggal sebelum terbenam matahari pada malam Idul Fithri ia tidak wajib membayar zakat fitrah, demikian juga anak yang lahir sesudah terbenam matahari tidak wajib dibayarkan zakat fitrahnya. Orang yang menikah sesudah terbenam matahari pada malam Idul Fithri juga tidak wajib membayarkan zakat fitrah bagi istrinya.
  • Orang itu mempunyai kelebihan makan baik untuk dirinya maupun keluarganya pada malam hari raya dan siang harinya. Rasulullah SAW bersabda :
Ketika Rasulullah SAW mengutus Muadz ke Yaman, beliau bersabda : "Beritahukanlah kepada mereka (penduduk Yaman), sesungguhnya Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang yang fakir di hadapan mereka." (HR. Jama'ah ahli hadits).
  • Adapun harta yang ada pada seseorang pada malam Idul Fithri untuk keperluan sehari-hari seperti meja, kursi, pakaian dan sebagainya tidak perlu dijual untuk membayar zakat fitrah. Orang yang memenuhi syarat untuk membayar zakat fitrah ia wajib membayarnya untuk dirinya dan semua anggota keluarganya yang menjadi tanggungannya

A.1.2      Waktu Membayar Zakat Fitrah
Zakat fitrah ini boleh dibayarkan sejak awal bulan Ramadhan secara ta'jil (sengan lebih cepat) sampai dengan hari idul Fithri sebelum shalat. Berikut ini akan dikemukakan beberapa waktu pembayaran zakat fitrah:
  • Waktu yang diperbolehkan yaitu mulai dari awal bulan Ramadhan sampai penghabisan bulan Ramadhan.
  • Waktu wajib, yaitu semenjak terbenam matahari pada akhir bulan Ramadhan.
  • Waktu yang afdhal, yaitu waktu sesudah shalat shubuh dan sebelum shalat Idul Fithri.
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang-orang yang berpuasa dan untuk memberi makan orang-orang miskin. Siapa yang melaksanakannya (mengeluarkan zakat fitrah) sebelum shalat hari raya maka yang demikian itu termasuk zakat yang diterima, dan siapa yang mengeluarkannya sesudah shalat hari raya maka yang demikian itu termasuk sedekah biasa." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

A.1.3      Mustahiq Zakat Fitrah
Mustahiq zakat fitrah artinya orang-orang yang berhak menerima zakat fitrah. Orang-orang yang berhak menerima zakat fitrah menurut pendapat yang kuat adalah golongan fakir miskin. Hal ini sesuai dengan hadits Rasullullah SAW, yaitu:
"Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan diri orang-orang yang berpuasa dari perbuatan yang tidak berguna dan pada perkataan yang kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin." (HR. Abu Dawud).
Cara membayar zakat, baik zakat fitrah maupun zakat harta boleh secara langsung kepada mustahiqnya, atau kalau di suatu tempat itu ada panitia penerimaan dan penyaluran zakat, lebih baik pembayaran zakat itu melalui panitia.
Harta yang dikeluarkan untuk zakat fitrah adalah makanan pokok yang berlalu di negara/daerah di mana wajiba zakat tinggal, bisa berupa beras, gandum, sagu, jagung dan lain-lain. Menurut suatu pendapat, zakat fitrah boleh dibayarkan dengan berupa uang yang telah ditetapkan.
Dari Ibnu Umar ra, ia berkata : Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan, sebanyak satu sha' kurma atau gandum atas tiap-tiap orang muslim merdeka atau hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

A.1.4      Ukuran jumlah
Yang dibayarkan zakat fitrah sebanyak satu sha' sama dengan 3,5 liter (2,5 kg) beras.

A.2      Zakat Harta (Zakat Maal)
Zakat harta ialah kegiatan mengeluarkan sebagian harta kekayaan berupa binatang ternak, hasil tanaman (buah-buahan), emas dan perak, harta perdagangan dan kekayaann lain yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat tertentu.

A.2.1      Syarat wajib zakat harta
  • Islam
  • Baligh
  • Berakal
  • Merdeka
  • Milik sendiri
  • Mencukupi satu nishab sesuai dengan jenis yang akan dikeluarkan zakatnya.
  • Telah mencukupi satu haul (satu tahun) kecuali untuk buah-buahan (pertanian), atau harta temuan, tidak harus menunggu satu haun, dan untuk bintang ternak yang wajib dizakati ialah yang digembalakan di padang rumput.

A.2.2      Macam-macam harta yang wajib dizakati dan ketentuan nishabnya
a.    Emas, perak dan uang
        Nishab untuk emas adalah 20 mitsqal atau sama dengan 93,4 gram, zakatnya 2,5%.
        Nisab perak adalah 200 dirham atau setara dengan 624 gram, zakatnya 2,5%.
        Jika emas atau perak telah mencapai atau melebihi dari ukuran nishab dan telah satu tahun, maka telah wajib zakatnya, dan jumlah kelebihan tersebut harus diperhitungkan juga. Misalnya jumlah emas sebanyak 100 gram, maka perhitungannya adalah 2,5% dikalikan 100 gram = 2,5 gram. Yang dikeluarkan zakat bukanlah potongan/bagian dari emas tersebut, melainkan nilai uang yang setara dengan jumlah emas yang harus dikeluarkan.
        Nishab dan jumlah yang harus dikeluarkan disetarakan dengan nishab emas dan perak.
Rasulullah SAW bersabda : "Apabila engkau mempunyai perak 200 dirham dan telah cukup satu tahun maka zakatnya 5 dirham dan tidak wajib zakat emas atas kamu hingga kamu mempunyai 20 dinar dan telah cukup satu tahun maka wajib zakat padanya setengah dinar." (HR. Abu Dawud).
b.   Harta Perdagangan
        Jika barang-barang perdagangan dalam satu tahun ternyata nilainya seharga emas yang wajib dikeluarkan zakatnya, maka barang perdagangan tersebut wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah sebagai berikut:
“Dari Samurah, Rasulullah SAW memerinthakan kepada kamu agar mengeluarkan zakat dari barang yang disediakan untuk dijual." (HR. Ad-Daruquthni dan Abu Dawud).
c.       Zakat Hasil Tanaman
      Buah-buahan seperti kurma, biji-bijian yang mengenyangkan seperti beras, gandum, jagung dan yang semisal wajib dizakatkan jika mencukupi nishabnya. Zakat buah-buahan dan biji-bijian tidak perlu haul (satu tahun) tetapi dikeluarkannya pada waktu panen. Allah SWT berfirman:
"Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-An'aam : 141).
      Nishab zakat hasil tanaman adalah sebanyak lima wasaq, sebagaimana hadits Rasulullah SAW:
Dari Abu Said Al-Khudri ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : "Tidak ada zakat pada barang seperti tanaman dan biji-bijian yang kurang dari 5 wasaq." (HR. Al-Bukhari).
Dari Ibnu Umar ra, dari Nabi SAW beliau bersabda : "Tanaman yang dialiri dengan air hujan, mata air atau yang tumbuh di rawa-rawa, zakatnya sepersepuluh dan yang diairi dengan tenaga pengangkutan zakatnya seperduapuluh." (HR. Al-Bukhari).
Keterangan:
1 wasaq = 60 sha', sehingga 5 wasaq = 300 sha'
1 sha' = 2,304 kg, sehingga 300 sha' = 691,2 kg = 6 kwintal 91 kg 200 gram
Zakat yang harus dikeluarkan:
Jika penyiraman menggunakan air hujan, mata air atau tumbuh di rawa-rawa sebesar 10%.
Jika penyiraman menggunakan tenaga pengakutan sebesar 5%
d.      Zakat Binatang Ternak
·         Nishab Zakat Unta
NISHAB
BILANGAN & JENIS ZAKAT
UMUR
KETERANGAN
5-9
1 ekor kambing
2 tahun
Mulai dari 121 dihitung tiap 40 ekor unta zakatnya 1 ekor anak unta umur 2 tahun dan tiap 50 ekor zakatnya 1 ekor anak unta 3 tahun. Jadi 130 ekor unta zakatnya 2 anak unta umur 2 tahun dan 1 anak unta umur 3 tahun. 140 ekor unta zakatnya 1 anak unta umur 2 tahun dan 2 anak unta umur 3 tahun. 150 ekor unta zakatnya 3 ekor anak unta umur 3 tahun, demikian seterusnya.
10-14
2 ekor kambing
2 tahun
15-19
3 ekor kambing
2 tahun
20-24
4 ekor kambing
2 tahun
25-35
1 ekor anak unta
1 tahun
36-45
1 ekor anak unta
2 tahun
46-60
1 ekor anak unta
3 tahun
61-75
1 ekor anak unta
4 tahun
76-90
2 ekor anak unta
2 tahun
91-120
2 ekor anak unta
3 tahun
121
2 ekor anak unta
3        Tahun
                                
·         Nishab zakat Sapi/Kerbau
NISHAB
BILANGAN & JENIS ZAKAT
UMUR
KETERANGAN
30-39
1 ekor anak sapi/kerbau
1 tahun
Seterusnya setiap 30 ekor sapi/kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi/kerbau umur 1 tahun dan tiap 40 ekor sapi/kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi/kerbau umur 2 tahun. Jadi zakat 80 ekor sapi/kerbau zakatnya 2 ekor anak sapi/kerbau umur 2 tahun. Zakat 100 ekor sapi/kerbau 2 ekor umur 2 tahun dan 1 ekor umur 2 tahun.
40-59
1 ekor anak sapi/kerbau
2 tahun
60-69
2 ekor anak sapi/kerbau
1 tahun
70-
1 ekor anak sapi/kerbau
dan 1 ekor anak sapi/kerbau
1 tahun
2 tahun

·         Nishab zakat kambing/domba
NISHAB
BILANGAN & JENIS ZAKAT
UMUR
KETERANGAN
20-120
1 ekor kambing betina
2 tahun
Mulai dari 400 ekor kambing tiap-tipa 100 kambing zakatnya 1 ekor kambing umur 2 tahun.
121-200
2 ekor kambing betina
2 tahun
201-399
3 ekor kambing betina
2 tahun
400-
4 ekor kambing betina
2 tahun
Keterangan : zakat ternak dilaksanakan satu tahun sekali (haul)
e.       Nishab dan Zakat hasil tambang
Hasil tambang berupa emas, perak dan sebagainya apabila sampai memenuhi nishab sebagaimana nishab emas dan perak maka harus dikeluarkan zakatnya seketika itu juga, tidak usah menunggu satu tahun. Adapun zakatnya adalah sebesar 2,5%.
f.       Nishab dan Zakat barang temuan (luqathah)
Barang temuan berupa emas atau perak jika mencapai satu nishab harus dikeluarkan zakatnya seketika itu juga sebesar 20%. Ukuran nishabnya sama dengan emas dan perak.

A.2.3      Mustahiq Zakat
Mustahiq zakat harta adalah orang-orang yang berjak menerima zakat harta, terdiri dari delapan ashnaf (golongan). Sebagaimana firman Allah SWT :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
  • Orang fakir, yaitu orang yang tidak ada harta untuk keperluan hidup sehari-hari dan tidak mampu untuk bekerja dan berusaha.
  • Orang miskin, yaitu orang yang penghasilan sehari-harinya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
  • 'Amil, yaitu orang-orang yang bertugas mengumpulkan dan membagi-bagikan zakat kepada orang yang berhak menerimaknya. 'Amil dapap disebut juga panitia.
  • Muallaf, yaitu orang yang beru masuk Islam dan imannya masih lemah.
  • Hamba sahaya (budak), yaitu orang yang belum merdeka.
  • Gharim, yaitu orang yang mempunyai banyak hutang sedangkan ia tidak mampu untuk membayarnya.
  • Sabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah.
  • Ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) seperti dalam berdakwah dan menutut ilmu.
Orang yang tidak berhak menerima zakat :
1.      Orang kaya
2.      Hamba sahaya
3.      Keturunan Rasulullah saw.
4.      Orang yang dalam tanggungan orang yang berzakat
5.      Orang yang bukan muslim

A.3      Zakat Kontemporer
            Yang dimaksud dengan zakat kontemporer adalah zakat yang tidak disebutkan secara tegas di dalam nash Al-Qur’an maupun Al-Hadits.
            Secara umum zakat dikelompokkan menjadi dua, yaotu zakat mal (harta) dan zakat fitrah (jiwa). Pembahasan zakat pada bab ini dibatasi hanya membicarakan zakat hasil usaha yang zakatnya tidak ditentukan oleh nash, seperti perkebunan,peternakan selain kambing, sapi/lembu dan unta, perikanan, gaji/upah, dan industry.

A.3.1      Hukum dan Jenis-jenis Zakat Kontemporer
a.       Hukum Zakat Hasil Perkebunan
Para fuqaha sependapat mengenai wajibnya zakat pada empat mcam tanaman, yaitu gandum, jawawut, kurma, dan anggur kering. Hal ini berdasar  sabda Nabi saw.:
“Janganlah kamu mengambil zakat tumbuh-tumbuhan kecuali dari empat macam; sya’ir, gandum, kurma dan zabib.” (HR. Daruquthny, Hakim dan Thabrani)
            Namun mereka berselisih pendapat mengenai hasil tanaman selainnya.
1.      Ibnu Abi laila, Sofyan Al-Tsauri, dan IbnuAl-Mubarak berpendapat tidak wajib membayar zakat dari hasil tanaman kecuali empat macam seperti yang disebutkan di atas.
2.      Imam Malik dan Imam Syafi’i menyatakan bahwa zakat dikenakan terhadap semua jenis tanaman yang dapat disimpan lama dan merupakan makanan pokok.
3.      Imam Ahmad berpendapat bahwa semua tanaman yang ditanam manusia, yang kering, yang tahan lama, dan diakar, baik biji-bijian maupun buah, baik merupakan makanan pokok maupun bukan, seperti mantimun, dikenakan zakat.
4.      Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat dikenakan terhadap semua hasil bumi, selain rumput, kayu dan bambu.
5.      Abu Yusuf dan Muhammad menyataan : “tidak wajib zakat atas hasil tanaman, kecuali biji-bijian, dan buah-buahan yang dapat diawetkan selama satu tahun, tanpa banyak pemeliharaan, baik berupa hasil yang bisa ditakar seperti biji-bijian, maupun yang ditimbang seperti kapas dan gula. Mentimun, semangka, sayuran, mangga, jeruk, dan lain-lainnya tidak wajib dizakati karena tidak bisa diawetkan selama satu tahun. Dasar yang dijadikan pegangan adalah hadits riwayat Ya’qub bin Syaiban dan Musa bin Thalhah:
“tidak ada zakat pada sayuran”
            Perbedaan pendapat antara fuqaha yang menetapkan kewajiban zakat hanya ada pada empat macam tanaman dengan fuqaha yang menetapkan kewajiban zakat atas semua hasil tanaman yang dapat diawetkan dan meruakan makanan pokok, disebabkan karena perbedaan pendapat mengenai pertalian zakat dengan keempat macam tanaman tersebut, apakah karena zat makanan itu sendiri ataukah karena adanya suatu ’illat padanya, yaitu kedudukannya sebagai makanan pokok.
            Bagi fuqaha yang berpendapat bahwa pertalian itu ada pada zatnya, maka tidak wajib zakat kecuali empat macam tanaman tersebut. Sedang bagi fuqaha yang menyatakan bahwa pertalian itu karena kedudukannya sebagai makanan pook, maka mereka menetapkan kewajiban zakat terhadap semua tanaman yang merupakan tanaman pokok.
            Sedang perbedaan pendapat antara fuqaha yang membatasi kewajiban zakat pada makanan pokok dengan fuqaha yang menetapkan wajibnya zakat bagi semua hasil bumi, kecuali rumput, kayu, dan bumbu, dikarenakan adanya pertentangan antara qiyas dengan ketentuan umum.
            Ketentuan umum dimaksud adalah sabda Nabi saw.:
“Dari Jabir bin Abdullah bahwasannya ia mendengar Rasulullah saw. Bersabda : ‘Pada tanaman yang disirami oleh air sungai dan hujan (zakatnya) adalah persepuluh (10%), dan pada tanaman yang disiram menggunakan kincir yang ditarik binatang, (zakatnya) seperdua puluh (5%)’.” (HR.Muslim, Ahmad dan Nasa’i)
            Adapun yang dimaksud dengan qiyas tersebut adalah bahwa zakat itu dimaksudkan sebagai penutup kebutuhan pokok, dan hal ini pada umumnya hanya terdapat pada tanaman yang merupakan bahan makanan pokok.
            Bagi fuqaha yang memegangi ketentuan umum, mereka mewajibkan zakat pada semua tanaman, selain tanaman yang dikecualikan ijma’. Sedang fuqaha yang memegangi qiyas, mereka hanya mewajibkan zakat atas tanaman-tanaman yang merupakan bahan makanan pokok.
            Adapun nishab zakat hasil perkebunan, sebagaimana diketahui adalah lima wasaq (±930 liter), sebagaimana bunyi teks hadits berikut :
“ Dari Abu Sa’id Al-Khudry, ia berkata : Rasulullah saw. Telah bersabda : ‘tidak ada shadaqah (zakat) pada biji-bijian dan buah-buahan sehingga sampai banyaknya lima wasaq’.” (HR. Muslim)

b.      Hukum Zakat Peternakan dan Perikanan
Para fuqaha bersepakat wajib zakat atas beberapa jenis binatang, yaitu unta, kerbau, lembu, kambing, dan biri-biri. Namun mereka berbeda pendapat mengenai binatang ternak lainnya, demikian pula mengenai perikanan. Seperti halnya zakat hasil perkebunan, kewajiban mengeluarkan zakat hasil peternakan dan perikanan pun harus dikembangkan.
Di antara hewanyang diperselisihkan ada yang berkenaan dengan macamnya dan ada yang berkaitan dengan sifatnya. Yang diperselisihkan mengenai macamnya ialah kuda. Jumhur berpendapat bahwa kuda tidak wajib dizakati
Pendapat Jumhur ini didasarkan paa hadits Nabi saw.:
“Tidak ada sedekah (zakat) atas orang Islam, baik pada hamba maupun kudanya.”
            Sedang Abu Hanifah menyatakan, bahwa bila kuda itu digembalakan dan dikembangkanbiakkan, maka dikenai zakat bila terdiri dari kuda jantan dan kuda betina. Abu Hanifah mendasarkan pada hadits Nabi saw. yang beliau ungkapkan setelah menyebutkan “kuda” :
“Dan ia tidak melupakan hak Allah pada lehernya maupun punggungnya.”
            Abu Hanifah menyatakan bahwa yang dimaksud hak Allah dalam hadits tersebut adalah zakat, yakni pada kuda yang digembalakan.
            Perlu dilihat, bahwasannya Umar bin Khattab, khalifah kedua yang masa hidupnya tidak jauh dengan masa Rasululah saw. telah mewajibkan zakat kuda, padahal pada masa Nabi, kuda itu tidak dikeluarkan zakatnya, sebagaimana bunyi hadits di atas. Hal ini barangkali, karena pada masa Umar, peternakan kuda sudah mencapai suatu bisnis yang nilai usahanya sudah mencapai nishab usaha peternakan yang telah diwajibkan zakatnya.
            Mengenai sifatnya, para ulama berbeda pendapat antara digembalakan, semisal unta, sapi, kambing. Sebagian menyatakan unta, sapi dan kambing dikenai zakatbaik digembalakan maupun tidak digembalakan. Sedang sebagian ulama yang lain (Ulama Mesir) beranggapan bahwa yang dikenai zakat dari tiga jenis binatang tersebut adalah bila ketiganya digembalakan.
            Adapun mengenai binatang ternak lainnya dan perikanan, jumhur ulama salafiyah tidak mengenakan pungutan apa-apa, karena memang tidak ada nashnya disamping waktu belum dijadikan usaha untuk menacari kekayaan. Ini berbeda dengan sekarang, bahwa peternakan dan perikanan sebagaimana dimaksud di atas sudah dijadikan usaha besar yang penghasilannya bisa lebih besar dari hewan yang dikenakan zakatnya oleh nash. Berdasarkan inilah, sangat tepat para pembaharu dalam bidang fikih mengqiyaskan binatang ternak tersebut dengan unta, sapi, dan kambing, yakni dikenakan zakat. Sedang mengenai perikanan, ada sebagian ulama yang menyatakan “wajib dikenai zakat”, karena didalamnya mengandung unsure “sad al-khallah”, yaitu harta itu merupakan suatu yang bermanfaat bagi manusia dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya,dan “tanmiyah”, yaitu bahwa harta mempunyai kemungkinan berkembang, bertumpuk, dan bertambah banyak.
            Sementara nishabnya, bisa dinishabkan kepada nishab binatang ternak yang wajib dizakati berdasarkan ketentuan nash:
Misalnya:
Jenis ternak: Ayam
Harga per ekor: Rp. 15.000,00
Diqiyaskan kepada kambing: 40 s/d 120 ekor, zakatnya 1 ekor
Hargasatu kambing: Rp. 750.000
Harga kambing : Nilai harga ayam = 1 : 50
Maka nishab ayam adalah = 50 x 40 (batas minimal nishab kambing) = 2000 ekor
c.       Hukum Zakat Haji atau Upah
Yang dimaksud dengan gaji atau upah ialah upah kerja yang dibayar diwaktu yang tetap. Di samping gaji ada juga yang penghasilan lain, sebagai upah atau balas jasa atau suatu pekerjaan.
Masalah-masalah di atas  termasuk garapan ijtihad, sebab nash tidak mengaturnya. Sekalipun demikian,menurut Masjfuq Zuhdi, bahwa semua macam penghasilan tersebut terkena hokum zakat sebesar 2,5% berdasarkan firman Allah swt:
“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.” (Al-Baqarah; 267)
Kewajiban tersebut, menurutnya apabila penghasilan telah melebihi kebutuhan pokok hidupnya dan keluarganya yang berupa sandang, pangan, papan beserta alat-alat rumah tangga, alat-alat kerja/ usaha, kendaraan, dan lain-lain yang tidak bias diabaikan; bebas dari beban utang,baik kepada Allah swt.seperti nazar haji yang belum ditunaikan maupun terhadap sesame manusia. Kemudian sisa penghasilan itu masih mencapai nishab, yakni senilai 93,6 gram emas (artinya disamakan dengan emas) dan telah genap setahun.

d.      Hukum Zakat Saham, Industri, dan Lain Sebagainya
Masalah diatas juga garapan ijthad, sebab tidak ada nash mengaturnya. Menurut Masjfuq Zuhdi,bahwa semua saham perusahaan/perseroan,baik yang terjun di bidang perdagangan murni maupun dalam bidang perindustrian dan lain-lain, wajib dizakati menurut kurs pada waktu mengeluarkan zakatnya, yaitu sebesar 2,5% setahun seperti zakat tijarah, apabila telah mencapai nishab dan sudah haul. Sementara menurut Abdurrahman Isa, tidak semua saham itu dizakati. Apabila sahams-saham itu berkaitan dengan perusahaan/perseroan yang berkaitan langsung dengan perdagangan, maka wajib dizakati seluruh sahamnya. Namun bila tidak berkaitan dengan perdagangan atau tidak memproduksi barang untuk diperdagangkan, maka saham-saham itu tidak wajib dizakati.
Di negara Indonesia semua permasalahan zakat itu sudah direspon, dan telah diundangkan dalam hukum positif, yaitu UU no. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Dalam pasal 11 ayat (2) UU tersebut, disebutkan bahwa harta yang dikenai zakat adalah :
·         Emas, perak, uang
·         Perdagangan dan perusahaan
·         Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan
·         Hasil pertambangan
·         Hasil peternakan
·         Hasil pendapatan dan jasa
·         Rikaz

A.3.2      Masalah Zakat dan Uang
Dikaitkannya pembahasan zakat dan utang ini karena salah satu syarat wajib zakat adalah adanya “milik tam”. Permasalahannya adalah apakah milik yang diutang oleh orang atau barang yang ada pada seseorang (sebagai barang pinjaman) itu termasuk ke dalam pengertian “milik tam”, dan wajib dikenai zakat? Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat.
Apabila seorang memperutangkan hartanya kepada orang lain dan jumlah harta yang diutangkan itu sampai satu nishab atau lebih, maka harta yang diperutangkannya itu wajib dizakati, dengan syarat yang berutang itu orang mampu (kaya). Adapun cara pembayarannya, sebagai berikut:
a.       Menurut Imam Syafi’I, harta itu dikeluarkan setiap taun,karena harta tersebut disamakan dengan barang titipan (wadhi’ah) dan dianggap sebagai milik tam.
b.      Menurut Imam Abu Hanifah dan Ahmad bin Hambal, piutang tersebut hanya dizakati untuk satu haul yaitu pada saat mengembalikan, meski telah berada di tangan orang yang berutang beberapa haul. Keduanya menyamakan dengan uang yang ada di tangannya yang berarti sebagai milik tam.
c.       Sedang Imam Malik berpendapat tidak jauh berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah, yakni wajib dikeluarkan zakatnya pada saat dikembalikan dan cukup hanya untuk satu tahun saja, yaitu tahun saat dikembalikannya.
Ada juga fuqaha yang lain, yang berpendapat bahwa harta itu dizakati harus menunggu haul berikutnya, yakni sejak hari diterimanya piutang. Ulama golongan kedua ini berarti tidak mewajibkan zakat. Sedang mengenai barang orang lain yang ada padanya (sebagai barang pinjaman), maka tidak termasuk ke dalam pengertian milik tam, karenanya tidak wajib dizakati.
Lalu bagaimana bila pihak yang berutang itu orang tidak mampu (miskin)? Para ulama berbeda pendapat :
a.       Harta itu tidak wajib dizakati. Ini pendapat Qatadah, Abu Tsaur dan Ishaq.
b.      Menurut Imam Hanafi dan Ulama Iraq, piutang  tersebut wajib dizakati pada saat dikembalikan untuk seluruh tahun yang belum dizakati.
c.       Menurut Malik, piutang tersebut wajib dizakati pada saat dikembalikan saja hanya untuk satu haul saja.

B.     Tata Cara Serah Terima Zakat
Dalam serah terima zakat, baik zakat harta maupun zakat fitrah harus diawali dengan niat oleh muzakki (orang yang berzakat) dan doa oleh orang yang menerima (mustahiq) atau amil zakat.
Niat zakat adalah sebagai berikut :
Ø  Niat mengeluarkan zakat harta
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ صَدَقَةَ ا لْمَفْرُوْ ضَةِ عَلَيَّ للهِ تَعَالى
Artinya : “Saya berniat sengaja mengeluarkan zakat yang difardhukan karena Allah Ta’ala”
Ø  Niat mengeluarkan zakat fitrah
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنَّفْسِي فَرْ ضًا للهِ تَعَالَى
Artinya : “Saya berniat sengaja mengeluarkan zakat fitrah untuk diri saya sendiri fardhu karena Allah Ta’ala”
Ø  Niat mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya sendiri & keluarga yang menjadi tanggungannya
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْر عَنَّفْسِي وَعَنْ جَمِيْعِ مَا يَلْزَمُنِ نَفَقَا تُهُمْ شَرْ عًا فَرْ ضًا للهِ تَعَا لَى
Artinya : “Saya berniat sengaja mengeluarkan zakat fitrah untuk diri saya sendiri dan unutk keluarga yang menjadi tanggungan saya fardhu karena Allah Ta’ala”
Ø  Niat mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya sendiri & mewakili temannya
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنَّفْسِي وَمُوَ كِّلِى عَنْ جَمِيْعِ صَحَابَةِ فَرْ ضًا للهِ تَعَا لَى
Artinya : “Saya berniat sengaja mengeluarkan zakat fitrah untuk diri saya sendiri dan mewakili sahabat saya, fardhu karena Allah Ta’ala”
Kemudian orang yang menerima atau amil zakat mengucapkan doa :
اَجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ فِيْمَا اَلْقَيْتَ وَجَعَلَهُ لَكَ طَهُوْرًا
Artinya : “Semoga Allah memberi pahala kepada engkau atas barang atau apa saja yang telah engkau berikan dan mudah-mudahan Allah member berkah kepada engkau dan apa saja yang masih ada. Dan mudah-mudahan dijadikan kesucian bagi engkau”

C.    Hikmah Zakat
·      Membersihkan harta (kekayaan).
·      Sebagai ungkapan syukur dan terimakasih kepada Allah SWT yang telah memberikan bermacam-macam kenikmatan antara lain berupa kekayaan.
·      Dengan zakat, orang yang tidak mampu akan tertolong sehingga mereka dapat melakukan kewajiban-kewajibanya.
·      Zakat mengandung pendidikan untuk menjauhkan diri dari sifat kikir dan sifat-sifat lain yang tercela.
·      Zakat dapat menciptakan hubungan kasih sayang dan saling mencintai antara orang kaya dan orang miskin dan juga dapat menghilangkan kecemburuan yang mungkin akan menimbulkan kejahatan.
·      Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari Rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
·      Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
·      Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman Allah, yang artinya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah" (QS: Al Baqarah: 276). Dalam sebuah hadits yang muttafaq "alaih Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam" juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuhkan kembangkan oleh Allah berlipat ganda.
·      Zakat merupakan sarana penghapus dosa
·      Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.













BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Ø  Zakat menurut lughot artinya suci dan subur. Sedangkan menurut istilah syara’: mengeluarkan dari sebagian harta benda atas perintah Allah, sebagai shadaqah wajib kepada mereka yang telah ditentukan oleh hukum Islam.
Ø  Zakat itu ada dua macam yaitu zakat mal dan zakat fitrah. Harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya yaitu: Emas, perak dan uang; Harta perdagangan; Hasil tanaman; Binatang ternak; Hasil tambang; Barang temuan
Ø  Yang berhak menerima zakat: Fakir; Miskin; 'Amil; Muallaf; Hamba sahaya (budak); Gharim ; Sabilillah ; Ibnu Sabil
Ø  Zakat Kontemporer adalah zakat yang jenisnya belum disebutkan di dalam Al-Qur’an atau Hadits Nabi sa. Misalnya: zakat profesi, buah-buahan selain anggur dan kurma, ternak ayam dan lain-lain.
Ø  Zakat apabila dikelola dengan baik akan menjadi potensi penggerak ekonomi rakyat yang dapat mengangkat perekonomian kaum dhu’afa.

3.2  Saran
Penyusun makalah ini manusia biasa banyak kelemahan dan kekhilafan. Maka dari itu penyusun menyarankan pada pembaca yang ingin mendalami masalah zakat, setelah membaca makalah ini membaca sumber lain yang lebih lengkap. Dan marilah kita realisasikan zakat dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan kewajiban umat muslim dengan penuh rasa ikhlas.



















DAFTAR PUSTAKA

Suparta, Mundzier. Fiqih Madrasah Aliyah, kelas X. Semarang: PT. KARYA TOHA PUTRA. 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar